Bermain Peran (Role Playing), Sebuah Strategi Pembelajaran Efektif
Definisi / Tinjauan Umum tentang Strategi Bermain Peran (Role Playing)
Joyce dan Weil (2000)
Bermain peran (role-playing) adalah strategi pengajaran yang termasuk ke
dalam kelompok model pembelajaran sosial (social models). Strategi ini
menekankan sifat sosial pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku
kooperatif dapat merangsang siswa baik secara sosial maupun intelektual.
Jill Hadfield (1986)
Hadfield menyebutkan bahwa strategi bermain peran (role playing) adalah
suatu permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus
melibatkan unsur senang
Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.
Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.
Kelebihan Strategi Bermain Peran (role playing)
Bermain peran adalah strategi mengajar yang memiliki beberapa kelebihan baik bagi siswa maupun bagi guru.
Strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa
Poorman (2002) menyebutkan bahwa menurut hasil penelitian, strategi
bermain peran dapat meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata
pelajaran dan materi pelajaran, sehingga dengan demikian juga dapat
meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep yang sedang dibelajarkan
kepada mereka. Apalagi untuk mempersiapkan pembelajaran dengan strategi
ini mereka harus terlebih dahulu melakukan studi tentang karakter atau
tokoh yang akan diperankan atau dibuat skenarionya.
Fogg (2001) menyatakan bahwa pada kelas-kelas sejarah dimana para guru
menjadi bosan dengan pembelajarannya dan menunjukkan kurangnya
keterlibatan siswa dalam pembelajaran dapat diperbaiki dengan penerapan
strategi bermain peran. Dari hasil pengamatan Fogg, siswa menjadi lebih
tertarik dengan bahan pembelajaran yang diberikan.
Strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
Sebagaimana diketahui, siswa bukanlah botol kosong yang dengan
serta-merta menerima ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Mereka
harus terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran baik secara
hands on maupun minds on.
Berdasarkan penelitian Poorman (2002), siswa yang diwawancarai mengatakan bahwa dengan strategi bermain peran yang dilaksanakan oleh guru, membuat mereka ingin terlibat aktif melakukan sesuatu dalam pembelajaran.
Hal ini senada sebagaimana yang diteliti Fogg (2001) bahwa pembelajaran yang menggunakan strategi bermain peran meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar.
Strategi bermain peran (role playing) dapat mengajarkan siswa untuk berempati dan memahami suatu hal melalui berbagai sudut pandang
Suatu kegiatan belajar yang menggunakan strategi bermain peran ternyata
dapat mengajarkan siswa untuk berempati. Tentu saha kelebihan ini dapat
dengan mudah kita maklumi karena strategi bermain peran sangat
melibatkan emosi siswa. Ini adalah suatu hal yang sangat positif terkait
domain afektif. Dengan memainkan suatu peran tertentu, mereka akan
memahami bagaimana posisi seseorang yang diperankannya. Dengan strategi
bermain peran mereka tidak akan dengan mudahnya menghakimi seseorang
atau suatu masalah, kecuali dengan terlebih dahulu melihatnya dari
berbagai sudut pandang.
Strategi bermain peran memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan tokoh yang barangkali dikenal dalam kehidupannya sehari-hari
Dengan bermain peran siswa akan dapat mengalami dan merasakan bagaimana
menjadi seorang tokoh yang mungkin familiar dalam kehidupan mereka. Hal
ini akan membuat mereka menjadi lebih peka terhadap masalah-masalah yang
ada di sekitarnya, meningkatkan keterampilan interpersonal, dan tentu
saja dapat meningkatkan keterampilan komunikasi.
Strategi bermain peran dapat diterapkan dalam berbagai setting
Jangan mengira strategi bermain peran sulit untuk diaplikasikan. Bermain
peran dapat diterapkan dalam setting yang sangat bervariasi, termasuk
di dalam ruang kelas standar. Selain itu bermain peran dapat dilakukan
siswa secara individual maupun secara berkelompok.
Kelemahan strategi bermain peran
Di bawah ini diuraikan beberapa kelemahan strategi bermain peran (role playing). Mari kita simak.
Strategi bermain peran membutuhkan kerja keras semua pihak yang terlibat
Mempersiapkan pembelajaran dengan strategi bermain peran kadangkala
memerlukan kerja keras dari guru maupun siswa, atau bahkan pihak lain
yang mungkin dilibatkan. Akan tetapi, semuanya ini akan impas dengan
motivasi yang akan dimiliki siswa serta penguasaan terhadap konsep yang
dibelajarkan pada mereka.
Alokasi waktu menjadi isu penting
Persiapan pelaksanaan strategi bermain peran tentunya membutuhkan
alokasi waktu yang relatif lebih banyak ketimbang strategi lainnya. Hal
ini wajar karena ada banyak hal yang harus dilakukan baik oleh guru
maupun siswa sebelum dan saat melaksanakan pembelajaran dengan strategi
ini.
Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing)
Nah, di atas sudah diuraikan apa itu strategi bermain peran (role
playing) beserta kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini dipaparkan
langkah-langkah strategi bermain peran (role playing). Langkah yang
dapat dilakukan guru untuk melaksanakan strategi bermain peran terdiri
dari :
Menentukan tujuan pembelajaran
Pada tahap ini guru menentukan apa tujuan pembelajaran yang hendak
dicapainya melalui strategi bermain peran (role playing) ini. Kemudian
ini juga menentukan detil apa yang harus dilakukannya saat pembelajaran
nanti. Hal ini sebenarnya tergantung sepenuhnya pada alasan mengapa guru
ingin memasukkan startegi bermain peran (role playing) latihan dalam
kegiatan pembelajarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
tahap ini dapat dideskripsikan oleh pertanyaan-pertanyaan berikut; (1)
Topik apa yang guru ingin ajarkan?; (2) Berapa alokasi waktu yang
tersedia/disediakan?; (3) Apa yang guru harapkan dari siswa setelah
kegiatan strategi bermain peran selesai, apakah dalam bentuk penelitian,
laporan, presentasi?; (4) Apakah guru ingin siswa bermain peran secara
terpisah atau bersama-sama?; (5) Apakah guru ingin memasukkan sebuah
elemen konflik dalam skenario?;
Memilih konteks dan peran, serta menulis skenario
Pada tahap ini guru, sebaiknya bersama-sama siswa memilih konteks dan
peran yang akan dimainkan, dan tentunya juga menulis skenario. Guru
dapat pula mempertimbangkan memilih dan mengadaptasi materi (skenario)
yang lainnya telah disiapkan oleh guru lain (bila sudah tersedia). Jika
guru menulis sendiri, maka guru harus mencari inforimasi latar belakang
masing-masing karakter atau lebih baik lagi jika siswa juga membantu
mengumpulkan informasi tersebut melalui studi kepustakaan atau sumber
lain seperti internet.
Latihan pendahuluan
Beberapa siswa kemudian dipilih atau mengajukan diri untuk menjadi
pemeran dari tokoh-tokoh atau karakter dalam skenario tersebut. Mereka
kemudian berlatih untuk memerankan tokoh-tokoh itu sesuai dengan
penafsirannya di bawah bimbingan guru. Latihan dilakukan beberapa hari
sebelum tampil di depan kelas. Lagi-lagi, mereka dapat melakukan studi
tentang tokoh atau karakter yang akan diperankannya.
Kegiatan pembelajaran/pelaksanaan peragaan
Saat kegiatan pembelajaran guru menampilkan siswa-siswa yang telah
berlatih memerankan karakter atau tokoh-tokoh dalam skenario pada
beberapa hari sebelumnya. Sementara pertunjukan bermain peran dilakukan
oleh beberapa siswa, siswa lainnya di dalam kelompok-kelompok mengamati
dan mencermati lakon yang dimainkan. Mereka mendiskusikan kandungan dari
permainan yang ditampilkan. Hal-hal yang guru harapkan akan
didiskusikan siswa dapat dipadu melalui lembar kerja (LKS).
Mendiskusikan kesimpulan
Setelah kegiatan peragaan peran oleh siswa-siswa di depan kelas, maka
setiap kelompok dapat membahasnya pada diskusi kelas. Tentu saja
kegiatan ini dilakukan dengan panduan dan fasilitasi oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Setiap kelompok kemudian
mengajukan kesimpulannya dan guru kemudian memberikan umpan balik dan
kesimpulan secara umum.
Penilaian
Penilaian dapat dilakukan terhadap bagaimana siswa memerankan karakter
atau tokoh dalam skenario. Untuk siswa yang menonton peragaan, dapat
dinilai dari kemampuan mereka menginterpretasikan skenario yang telah
disajikan. Kemudian bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain tlam
mengkomunikasikan isi dari skenario yang ditampilkan. Penilaian dapat
pula dilakukan dengan meminta mereka menulis sebuah tulisan pendek yang
sifatnya reflektif. Dan tentu saja, penilaian mengacu kepada tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui kegiatan
bermain peran (role playing) tersebut.
Referensi
Fogg, P. (2001). A history professor engages students by giving them a role in the action.
Chronicle of Higher Education.
Jill Hadfield (1986). Classroom Dynamic. Oxford University Press.
Joyce, B. R., & Weil, M. (2000). Role Playing; Studying Social Behavior and Values. In Models of Teaching. Allyn and Bacon.
Poorman, P. B. (2002. Biography and role-playing:fostering empathy in abnormal
psychology. Teaching of Psychology.
Chronicle of Higher Education.
Jill Hadfield (1986). Classroom Dynamic. Oxford University Press.
Joyce, B. R., & Weil, M. (2000). Role Playing; Studying Social Behavior and Values. In Models of Teaching. Allyn and Bacon.
Poorman, P. B. (2002. Biography and role-playing:fostering empathy in abnormal
psychology. Teaching of Psychology.
0 komentar:
Posting Komentar